Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual Dengan Zakat

Dalam konsep ESQ yang digagas oleh Ary Ginanjar Agustian, terdapat skema ihwal bagaimana amal-amal saleh itu bisa bersinergi dalam diri kita secara seimbang. Kehidupan beragama (spiritual) mampu mempengaruhi kecerdasan pelakunya. Kehidupan yang seimbang dibangun bukan hanya atas dasar kemampuan intelektual tinggi.

Kuncinya adalah dengan membangun kecerdasan intelektual yang dipadukan dengan perkembangan kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual. Kombinasi tiga jenis kecerdasan inilah yang dianggap oleh Ary akan menghasilkan manusia yang paripurna dan hidup dalam kondisi bahagia.

Agama Islam dengan kitab suci Al-Quran merupakan pedoman hidup setiap muslim dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Islam mengajarkan umatnya untuk membayar zakat, baik zakat fitrah maupun zakat mal. Umat muslim mengeluarkan zakat dengan kesadaran bahwa zakat hakikatnya mampu menyucikan harta dan mengharmoniskan hubungan sosial.

Zakat mengajarkan kepada kita untuk selalu berempati dan memiliki kepedulian sosial kepada orang-orang yang tidak mampu. Kemampuan merespons kondisi lingkungan inilah yang akan mengajarkan kepada setiap muslim untuk memiliki kecerdasan emosial yang lebih baik dari waktu ke waktu.

Kecerdasan intelektual akan menjadi bencana bila manusia tidak mengimbanginya dengan pertumbuhan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Mari kita belajar menyeimbangkan ketiganya dengan membayar zakat kepada fakir miskin dan anak yatim karena sebagian harta kita merupakan hak bagi mereka. (Yons/dompetdhuafa.org.au)