BAB IV ZAKAT PROFESI

A. Dasar Hukum
Allah swt berfirman, “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” (QS. adz-Dzâriyât[51]: 19); “Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya” (QS. al-Hadîd[57]: 7); “Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik” (QS. al-Baqarah[2]: 267).
Rasulullah saw bersabda, “Bila suatu kaum enggan mengeluarkan zakat, Allah akan menguji mereka dengan kekeringan dan kelaparan” (HR. Tabrani); “Bila zakat bercampur dengan harta lainnya, ia akan merusak harta itu” (HR. al-Bazzar dan Baihaqi).

B. Hasil Profesi
Hasil profesi merupakan sumber pendapatan orang-orang masa kini, seperti pegawai negeri, swasta, konsultan, dokter, dan notaris. Para ahli fikih kontemporer bersepakat bahwa hasil profesi termasuk harta yang harus dikeluarkan zakatnya, mengingat zakat pada hakikatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin di antara mereka (sesuai dengan ketentuan syarak).
Walaupun demikian, jika hasil profesi seseorang tidak mencukupi kebutuhan hidup (diri dan keluarga)nya, ia lebih pantas menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya sekadar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit, ia belum juga terbebani kewajiban zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.

C. Ketentuan Zakat Profesi
Zakat profesi memang belum familiar dalam khazanah keilmuan Islam klasik. Maka dari itu, hasil profesi dikategorikansebagai jenis harta wajib zakat berdasarkan kias (analogi) atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni: (1) model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian), sehingga harta ini dapat dikiaskan pada zakat pertanian berdasarkan nisab (653 kg gabah kering giling atau setara dengan 522 kg beras) dan waktu pengeluaran zakatnya (setiap kali panen), (2) model harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang, sehingga jenis harta ini dapat dikiaskan pada zakat harta (simpanan atau kekayaan) berdasarkan kadar zakat yang harus dibayarkan (2,5%). Dengan demikian, apabila hasil profesi seseorang telah memenuhi ketentuan wajib zakat, ia berkewajiban menunaikan zakatnya.

Contoh:
Abdul Baqi adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di Bogor. Ia mempunyai seorang istri dan dua orang anak yang masih kecil. Penghasilan per bulannya adalah Rp 5.000.000,-.
1. Pendapatan gaji per bulan Rp 5.000.000,-
2. Nisab 522 kg beras @Rp 7.000 (relatif)  Rp 3.654.000,-
3. Rumus zakat = (2,5% x besar gaji per bulan),-
4. Zakat yang harus ditunaikan Rp 125.000,-
Zakat profesi juga bisa diakumulasikan dalam satu tahun. Caranya, jumlah pendapatan gaji berikut bonus dan lainnya dikalikan satu tahun kemudian apabila hasilnya mencapai nisab, selanjutnya dikalikan dengan kadar zakat 2,5%.
5. Jadi, Rp 5.000.000,- x 13 = Rp 65.000.000,-
6. Jumlah zakatnya adalah 65.000.000,- x 2.5% = Rp 1.625.000,-

Tags :